Di tengah berbagai kesulitan, sejumlah perajin kaos batik di Solo, Jawa Tengah, hingga kini, ternyata lebih memilih bertahan. Mereka mengaku, lebih bisa mengekspresikan rasa seninya di batik kaos, daripada batik kain yang terikat dengan pakem motif-motif tertentu, meski omset penjualannya terus menurun.
Muhammad Mufid, warga Sondakan, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah ini adalah salah satu dari sedikit perajin batik kaos, yang hingga kini, masih terus bertahan di tengah berbagai kesulitan. Usaha ini mulai digelutinya sejak tahun 1970-an, saat omset penjualan batik kainnya terus menurun akibat makin banyaknya pesaing.
Mufid mengaku, pernah mengalami masa kejayaan kerajinan batik kaos ini sekitar tahun 1990 hingga 1997. Saat itu, omset kaos batiknya bisa mencapai lebih dari 2 ribu buah. Namun, saat ini, paling hanya 100 buah batik kaos per bulan.
Selain terus menurunnya omset penjualan, Mufid, yang berusia 59 tahun ini, juga mengaku, terus dihadapkan pada persoalan tingginya biaya produksi dan persaingan tidak sehat antar perajin batik di Solo. “Sejak minyak tanah hilang dari peredaran, biaya yang harus dikeluarkan lebih banyak agar bisa mendapatkan bahan bakar untuk mencairkan lilin tersebut,” katanya.
Selain terus menurunnya omset penjualan, Mufid, yang berusia 59 tahun ini, juga mengaku, terus dihadapkan pada persoalan tingginya biaya produksi dan persaingan tidak sehat antar perajin batik di Solo. “Sejak minyak tanah hilang dari peredaran, biaya yang harus dikeluarkan lebih banyak agar bisa mendapatkan bahan bakar untuk mencairkan lilin tersebut,” katanya.
Sementara, dalam hal persaingan tidak sehat, Mufid mengaku, ia harus berhadapan dengan produk-produk serupa yang harganya jauh lebih murah, karena, kualitasnya juga lebih rendah. Jika ia menjual harga batik kaosnya dengan harga di atas Rp. 30 ribu, di pasaran, bisa dijumpai batik kaos dengan harga hanya Rp. 18 ribu.
Meski dihadapkan berbagai kesulitan, Mufid mengaku, dirinya sudah terlanjur cocok dengan kerajinan batik kaos, sehingga, memilih tetap bertahan. “Di banding batik kain, saya bisa lebih bebas mengekspresikan rasa seni pada batik kaos, karena, tidak terikat pakem atau motif-motif tertentu,” katanya. Ditambahkan, “ saya bisa menggambar motif apa saja di batik kaos, termasuk memadukannya dengan motif-motif kontemporer”.
roses pembuatan batik kaos sebenarnya tidak berbeda dengan batik kain. Mulai dari pembuatan motif, ndodos atau pemberian lilin pada kain kaos untuk menentukan warna atau motif yang diinginkan, pewarnaan atau pencelupan, pengeringan hingga menjahit batik kaos menjadi busana yang bisa dikenakan. Mufid mengaku, saat ini, dirinya lebih banyak mengerjakan pesanan dari toko-toko atau pabrik batik besar daripada membuat untuk dipasarkan sendiri.
P
Meski dihadapkan berbagai kesulitan, Mufid mengaku, dirinya sudah terlanjur cocok dengan kerajinan batik kaos, sehingga, memilih tetap bertahan. “Di banding batik kain, saya bisa lebih bebas mengekspresikan rasa seni pada batik kaos, karena, tidak terikat pakem atau motif-motif tertentu,” katanya. Ditambahkan, “ saya bisa menggambar motif apa saja di batik kaos, termasuk memadukannya dengan motif-motif kontemporer”.
roses pembuatan batik kaos sebenarnya tidak berbeda dengan batik kain. Mulai dari pembuatan motif, ndodos atau pemberian lilin pada kain kaos untuk menentukan warna atau motif yang diinginkan, pewarnaan atau pencelupan, pengeringan hingga menjahit batik kaos menjadi busana yang bisa dikenakan. Mufid mengaku, saat ini, dirinya lebih banyak mengerjakan pesanan dari toko-toko atau pabrik batik besar daripada membuat untuk dipasarkan sendiri.
P